Aku mencintainya karena Allah.., Aku mempertimbangkannya karena Allah, Aku memilihnya demi ketenangan batinku untuk Allah, dan imajinasiku tentangnya selalu berhubungan dengan Allah, tetapi kenapa cara itu menjelmakan duka yang terlalu dalam, cukuplah dengan ending dan kesimpulan sederhana, dan tidak merupakan kajian yang terus berlalu dengan kesimpulan ambigu, dan akupun belum yakin jawabannya hingga hari ini.
Malam itu adalah rasa kalut dan sakit paling menyayat dalam sejarah hidupku, yang ada pada benakku ini bukanlah sebuah fakta, dan jikalau ini fakta maka tuhan akan memberikan fasilitas ajaib, fasiltas yang tak didapat nabi sekalipun, ketika itu yang kupikirkan hanyalah kembali kepada masa lalu dimana aku bisa mengambil keputusan yang berbeda. Karena begitu aku terlalu mencintainya melebihi sekedar cinta, tapi sudah merupakan kebutuhan primer ruhku yang harus dipertemukan untuk meniti kehidupan berikutnya.
Namun malam terus berjalan tanpaku bisa memejamkan mata, perasaanku terlunta-lunta sakit tak terkira, terasa ruhku sudah diubun-ubun, demam menjalar diseluruh tubuhku, urat sarafku melemas, nalarku kosong dan bingung, kesadaranku hanyalah merintih dan berharap mukjizat.
Besok hari ternyata waktu terus berjalan mengikuti keteraturannya, gejolak keinginan dan harapan untuk kembali kepada masa lalu hanyalah utopia dan semu, walaupun aku sempat yakin bisa kembali ke masa lalu karena fakta hari kemaren yang tidak berdasar dan tidak diterima logika.