Masa kecil kami berbeda, aku kurang bahagia dengan belaian orang tua yang amat keras. Aku yakin dia bahagia... penuh kasih sayang dari orang tua. Dia seorang anak yang penurut tapi aku adalah anak yang suka berseberangan dengan kehendak orang tua.
Dia anak yang baik, lembut, ramah, dan santun, berbeda dengan aku, aku anak yang keras., egois, dan sombong.. walaupun dibalik semua itu aku mempunyai sifat yang teramat lemah.
Kami dewasa ditempat yang terpisah, dan kami tentu belum saling mengenal, dia dewasa disana dengan orang tua dan lingkungannya yang hangat. Aku dewasa disini dengan penuh tekanan dan lingkungan yang kurang bersahabat.
Beranjak dewasa dia menjadi remaja yang normal secara psikis. Dicintai oleh teman-temannya. Berbeda dengan diriku, banyak problematika psikis yang menyetubuhiku. Aku termasuk anak yang eksklusif, anak yang kurang pandai bergaul dengan teman-teman.
Diantara tumpukan hal-hal yang berbeda tersebut, ternyata kami memiliki banyak persamaan, kami memiliki corak keluarga yang sama, corak keluarga agamis dan terhormat. Orang tua kami adalah guru agama sekaligus tokoh dan panutan bagi masyarakat kami setempat.
Kami sama-sama anak pertama dalam keluarga kami, memiliki warna kulit yang sama, kultur yang sama, makanan kesukaan yang sama, pandangan hidup dan cita-cita yang kurang lebih sama. Kami yakin orang tua kami memiliki harapan yang sama kepada kami. Kami hidup dan tumbuh dewasa dengan gaya hidup yang sama.
Kami bersekolah dipesantren yang sama, belajar agama bersama-sama. Kondisi mental kami sama, kami adalah manusia yang penakut dan kurang berani, kami adalah manusia yang selalu sungkan, dan penuh toleransi kepada sekitar. Kami punya dasar dan potensi menjadi manusia baik sesuai dengan kultur dan budaya kami. kami sempat mengenal satu sama lain ditempat suci ini setelah lima tahun berjibaku dengan pendidikan dan pengajaran.
Dan yang paling serupa ternyata adalah sifat rapuh diantara kami. Kami adalah 2 pasang manusia rapuh identik yang mengagungkan perasaan, bukan logika. Kami adalah manusia yang terlalu berperasaan, tak jarang kami terlalu bimbang dan plin-plan memutuskan sesuatu hal yang kecil. Tapi dengan itu kami menjadi manusia penyayang dan suka menyenangkan hati orang.
Ada yang lebih indah diantara sekian kesamaan. Ya... dulu kita pernah punya perasaaan yang sama, kita saling menyukai, tapi ternyata tuhan tidak berkehendak dengan cinta kami. Tuhan banyak membuat rintangan untuk selalu memisahkan kami.
Tahukah kalian kenapa? Karena hal-hal yang sama diantara kami inilah yang membuat kami tidak dapat bersatu. Tuhanpun pernah memberitahuku...”kalian adalah dua pasang manusia yang sama-sama rapuh, sehingga amat tidak baik jika kalian bersatu untuk mengarungi bahtera kehidupan, harus ada yang kuat bagi masing-masing kalian” begitulah mungkin kalau aku bahasakan perkataan tuhan.
“Ternyata banyak kesamaan bukan menjamin kita untuk cocok dalam berteman hidup. Dan begitupula banyak perbedaaan bukan berarti tidak serasi untuk menjalin ikatan suci. Hanya Allah yang lebih tahu mana pendamping hidup yang paling baik untuk kita.” Wallahu A’lam..
Ya muqollibal qulub...., natawakkal ‘ala azmika hadza, natamanna kulla ma ashobana khoiron lana.. Allahumma aslih bainana, wabaina shillatana, wa azilil khisoma bainana. Allahumma hab lii min zaujatii wa hab laha min zaujiha wamin dzurriyatina jami’a kurrota a’ayun, waj’alna lilmuttaqina imama... robbisyroh lana shudurona wa yassir lana umurona..
Ahfa Rahman
21 Februari 2010