I. PENDAHULUAN
Keberhasilan proses belajar mengajar (PBM) dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti metode mengajar, sarana-prasarana, materi pembelajaran, kurikulum, dll. Dari berbagai aspek itu, yang memegang peranan penting PBM adalah guru. Selengkap apapun sarana-prasarana, kaiau tidak ditunjang oleh kompetensi guru terhadap bidang studi yang diajarkan maka pengajaran tidak akan berhasil.
Bagi pembelajaran bahasa, kompetensi yang harus dimiliki guru bahasa tidak hanya penguasaan teori-teori serta materi bahasa saja. Tetapi yang lebih utama, guru harus mengikuti Prinsip-prinsip didaktik sebagai bekal dalam menyampaikan materi
Didaktik sebagai atauran-aturan yang harus diikuti pengajar ketika mengajarkan sisawa, terbukti mampu menjadikan proses belajar mengajar menjadi lebih terarah, baik dan memberikan hasil yang lebih maksimal.
Terutama dalam pembelajaran bahasa, prinsip didaktik amat diperlukan, karena pengajaran bahasa termasuk pengajaran yang relative susah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Maka seorang pengajar bahasapun harus menerapkan prinsip-prinsip didaktik agar pengajaran bahasa bisa berhasil secara optimal.
II. PEMBAHASAN
a. Pengertian
Didaktik berasal dari bahasa yunani didaskein yang berarti pengajaran dan didaktikos yang berarti pandai mengajar. sedangkan menurut DH. Dequelque dan A, Gazali mengatakan bahwa didaktik itu aturan-aturan dan hukum-hukum yang haru ditaati. Supaya dengan mudah dan pasti dapat menanamkan pengetahuan kepada murid-murid yang masih muda. Kata didaktik ini berasal dari kata Yunani kuno didaskoo yang berarti saya mengajar.
Dengan didaktik kita maksud adalah ilmu mengajar yang memberikan prisnsip-prinsip tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran sehingga dikuasai dan dimiliki oleh anak-anak. Prinsip didaktik yang sering dikemukakan adalah motivasi, aktivitas, peragaan, individualitas, apersepsi, lingkungan, korelasi, dan konsentrasi, atau integrasi,
Prinsip-prinsip atau asas-asas itu tidak berdiri sendiri, melainkan bertalian erat satu sama lain. Misalnya motivasi (minat) timbul bila anak aktif. Atau bila kita gunakan alat-alat peraga, atau kita bawa berkaryawisata keluar sekolah (lingkungan). Karena biasanya asas-asas itu timbul serempak. Menguasai asas-asas didaktik belum merupakan suatu jaminan bahwa seseorang dengan sendirinya akan menjadi guru yang baik. Mengajar itu sangat kompleks dan dipengaruhi oleh macam-macam faktor. Antara lain pribadi guru sendiri, suasana kelas, hubungan antar manusia di sekolah, keadaan soial ekonomi Negara, organisasi, kurikulum dan lain sebagainya. Akan tetapi seorang pasti tidak akan menjadi guru yang baik kalau ia mengabaikan asas-asas didaktik. Itu sebabnya didaktik perlu dipelajari oleh setiap pengajar.
b. Pembagian didaktik
Didaktik dapat dibagi atas:
1. Didaktik Umum
Didaktik Umum memberikan prinsip-pninsip yang umum yang berhubungan dengan penyajian bahan pelajaran agar anak dapat menguasai sesuatu bahan pelajaran. Prinsip-prinsip ini berlaku bagi semua mata pelajaran. Sebagai contoh misalnya tentang masalah minat, peragaan, motivasi dan sebagainya, yang kesemuanya itu menyangkut semua mata pelajaran.
2. Didaktik Khusus
Didaktik Khusus membicarakan tentang cara mengajarkan mata pelajaran tertentu dimana prinsip didaktik umum digunakan. Seperti kita ketahui setiap mata pelajaran mempunyai ciri khas yang berbeda satu dengan yang lainnya. Didaktik khusus ini disebut juga metodik yang berasal dan kata metodos (bahasa Yunani), yang berarti mengajar, menyelidiki, cara melakukan sesuatu, dan prosedur.
Disamping itu metodik masih dibedakan lagi atas:
1. Metodik Umum
Yaitu pengetahuan yang membahas cara-cara mengajarkan sesuatu jenis mata pelajaran tertentu secara umum. Artinya hanya secara garis besar jalan pelajaran beserta kesulitan-kesulitan pada suatu mata pelajaran tertentu.
2. Metodik Khusus
Metodik Khusus adalah pengetahuan yang membentangkan cara-cara mengajarkan sesuatu jenis pelajaran tertentu secara mendetail artinya diuraikan sampai kepada bagian-bagian yang sekecil-kecilnya. Jadi kalau metodik umum itu bersifat horizontal maka metodik khusus itu bersifat vertikal.
c. Didaktik dan ilmu lain.
Didaktik memperoleh bantuan dari ilmu-ilmu lain dan bertalian erat dengan sejumlah ilmu lainnya. Didaktik adalah sebagian dari pedagogie atau ilmu mendidik. Didaktik digunakan dalam pendidikan formal yang dilakukan di sekolah.
Didaktik sangat dipengaruhi oleh psikologi. Psikologi memberikan petunjuk-petunjuk tentang perkembangan sifat-sifat anak. Mengajar itu akan efektif jika kita mengenal anak. Elain dari itu, psikologi memberi penjelasan tentang proses belajar.
Juga filsafat mempengaruhi didaktik. Filsafat menentukan tujuan pendidikan dan dengan demikian bahan yang harus diajarkan. Filsafat menentukan pandangan kita terhadap anak sebagai manusia dan hubungan antara guru dan anak. Kita mendidik anak dalam masyarakat tertentu. Dengan demikian didaktik juga memerlukan bahan dari sosiologi dan antropologi.
Itu sebab pendidikan guru harus mempunyai dasar yang luas antara lain meliputi bidang-bidang ilmu seperti yang diebutkan diatas. Selain itu ia harus pula menguasai bahan yang akan diajarkannya. Guru sejarah harus menguasai bahan sejarah, guru geografi harus menguasai bahan pelajaran geografi.
d. Azas-Azas Didaktik
Agar dapat mengajar dengan baik dan berhasil serta dapat dipertanggung jawabkan secara didaktik dan metodik, maka seorang guru harus mengetahui dan memahami serta dapat menerapkan prinsip-prinsip tertentu dalam hal mengajar. Adapun prinsip-prinsip mengajar itu ada 10 macam yaitu:
1. Azas perhatian (Azas membangkitkan perhatian murid-murid).
Banyak sekali murid-murid ditengah-tengah kegiatan belajar-mengajar pikirannya tidak tertuju pada pelajaran, kadang mereka berkhayal sendiri, memikirkan permasalahan tertentu dan lain sebagainya, bahkan kalau kita melihat pondok-pesantren, malah ada sebagian santri yang tidur. Nah ini tentu menjadi problem pengajaran yang harus diatasi agar penyerapan ilmu oleh para siswa menjadi lebih maksimal. Sang guru selain harus fokus terhadap mata pelajaran, harus juga memperhatikan suasana kelas, terutama para murid, yaitu dengan memastikan para murid ikut mengalir terhadap objek yang diajarkan. Jangan sampai membiarkan para murid yang berenang di alam lain. Ini dapat dilakukan dengan memberikan strategi-strategi khusus dalam memberikan penjelasan, yaitu dengan bersuara lantang (tidak lembek), menyisipkan humor atau cerita-cerita sekilas, dan lain sebagainya agar mampu merangsang siswa untuk terus berkonsentrasi kepada mata pelajaran yang diajarkan.
2. Azas aktivitas (Azas mengaktifkan jasmani dan rohani murid).
Ini bisa dilakukan dengan menyuruh siswa untuk menggerak-gerakkan badan ketika suasana terasa fakum, mungkin karena suasana dingin, lalu banyak siswa yang ngantuk. Mata pelajaran pada jam terakhir ketika kondisi fisik siswa mulai melemah, dan lain sebagianya, atau pada kondisi normal kita bisa menyuruh dua orang siswa untuk maju kedepan untuk bercakap-cakap dengan bahasa Arab dengan tema pembicaraan yang sesuai dengan mata pelajaran. Atau dengan menyuruh menghafalkan kaedah bahasa satu-persatu. Demikian secara bergantian agar jasmani para siswa menjadi aktif.
3. Azas apersepsi (Azas menghubungkan dengan apa yang telah dikenal anak).
Misalnya kita sedang mengajarkan tentang “ta’rib” (kata serapan dalam bahasa Arab) agar lebih meyakinkan kepahaman murid dan memudahkannya, kita bisa mencontohkan kata kursi yang diambil dari bahasa Arab “Kursiyyun” sehingga dengan itu murid menjadi lebih paham dan lebih mudah memahami tentang kata serapan.
4. Azas peragaan (Azas meragakan pengajaran).
Ketika sang guru misalnya ingin memberitahukan kosa kata baru dalam bahasa arab yang belum diketahui oleh murid, guru bisa memberitahukannya dengan cara memeragakan makna dari kata itu, misalnya kata “takhayyala-yatakhayyalu” (berkhayal) guru bisa berekspresi seperti orang merenung agar siswa mau berpikir dan menebak apa sesungguhnya makna dari kata itu.
5. Azas ulangan (Azas mengadakan ulangan-ulangan yang teratur).
Setelah selesai mengajarkan satu bab misalnya dalam pelajaran Qowaid, guru bisa mengadakan ulangan kecil untuk mengingatkan kembali point-point yang diajarkan pada bab itu. Demikian seterusnya pada masing-masing bab, agar ingatan siswa tidak hilang begitu saja.
6. Azas korelasi (Azas mengadakan hubungan dengan pelajaran lainnya).
Misalnya ketika guru mengajarkan pelajaran mutholaah, ada satu kalimat yang mempunyai uslub tertentu, misalnya majaz. Tentu seorang guru bisa mengkaitkannya dengan mata pelajaran balaghoh, untuk sebatas menyegarkan kembali ingatan siswa, atau agar para murid sadar bahwa semua mata pelajaran bahasa Arab sangat berkaitan untuk dapat menguasi bahasa Arab.
7. Azas konsentrasi (Azas pemusatan pada pokok masalah).
Seorang guru ketika mengajarkan suatu mata pelajaran harus konsentrasi penuh terhadap hal itu, jangan sampai ada point-point yang salah atau terlewatkan, ini sangat penting agar proses belajar-mengajar menjadi baik. Guru yang memberikan penjelasan dengan baik, maksimal, tidak ada yang salah akan memberikan hasil yang baik pula pada pihak siswa, dari pada guru yang asal-asalan, tidak jelas, dan lainnnya. Tentu pihak siswapun akan belum puas, penasaran, dan bahkan kebingungan. Jadi para guru dituntut untuk konentrai penuh dan berusaha semaksimal mungkin.
8. Azas individualisasi (Azas penyesuaian pada sifat dan bakat masing masing anak).
Jika sang guru menemukan siswa yang malas berarti dia harus mencari strategi khusus dengan mencari cara yang sesuai dengan karakter murid tersebut, mungkin sang murid harus banyak diberi humor-humor atau banyak diberi ancaman-ancaman hukuman, untuk meminimalisir kemalasannya,
9. Azas Sosialisasi (Azas menciptakan/ menyesuaikan pada lingkungan).
Guru tidak hanya bertugas untuk menyampaikan teori ilmu-ilmu saja kepada para murid, namun juga harus memberi pesan-pesan yang baik untuk hidup mereka di dalam masyarakat. Misalnya jika sang guru mengajarkan mutholaah yang banyak memuat cerita-cerita hikmah, maka pada sesi terakhir guru harus menyampaikan amanat yang patut dicontoh yang terkandung dalam bacaan itu sebagai didikan kepada mereka dalam lingkup masyarakatnya.
10. Azas Evaluasi (Azas mengadakan penilaian yang tepat dan teliti).
Kewajiban para guru adalah memberikan penilaian terhadap para siswa. Disini para guru dituntut untuk memberikan nilai seobjektif mungkin. Guru yang baik adalah guru yang tidak nepotisme atau mendiskriminasi dalam memberiakn nilai. Entah itu murid yang paling Ia sayangi, anak dari saudara, ataupun kedekatan lainnya tidak boleh dibedakan penilainnya dari murid yang lain, semua harus dinilai dengan objektif, hati-hati, teliti, berdasarkan kemampuan dan hasil yang telah dicapai oleh para murid.
Ahfa R Syach
2005
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. Didaktik dan Asas Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Dequelque, A. Gazali. Didaktik Umum, Bandung: PT Pustaka Rakyat, 1971.
Tarigan, Djagu. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Bandung: PT Angkasa, 1986.
Keberhasilan proses belajar mengajar (PBM) dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti metode mengajar, sarana-prasarana, materi pembelajaran, kurikulum, dll. Dari berbagai aspek itu, yang memegang peranan penting PBM adalah guru. Selengkap apapun sarana-prasarana, kaiau tidak ditunjang oleh kompetensi guru terhadap bidang studi yang diajarkan maka pengajaran tidak akan berhasil.
Bagi pembelajaran bahasa, kompetensi yang harus dimiliki guru bahasa tidak hanya penguasaan teori-teori serta materi bahasa saja. Tetapi yang lebih utama, guru harus mengikuti Prinsip-prinsip didaktik sebagai bekal dalam menyampaikan materi
Didaktik sebagai atauran-aturan yang harus diikuti pengajar ketika mengajarkan sisawa, terbukti mampu menjadikan proses belajar mengajar menjadi lebih terarah, baik dan memberikan hasil yang lebih maksimal.
Terutama dalam pembelajaran bahasa, prinsip didaktik amat diperlukan, karena pengajaran bahasa termasuk pengajaran yang relative susah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Maka seorang pengajar bahasapun harus menerapkan prinsip-prinsip didaktik agar pengajaran bahasa bisa berhasil secara optimal.
II. PEMBAHASAN
a. Pengertian
Didaktik berasal dari bahasa yunani didaskein yang berarti pengajaran dan didaktikos yang berarti pandai mengajar. sedangkan menurut DH. Dequelque dan A, Gazali mengatakan bahwa didaktik itu aturan-aturan dan hukum-hukum yang haru ditaati. Supaya dengan mudah dan pasti dapat menanamkan pengetahuan kepada murid-murid yang masih muda. Kata didaktik ini berasal dari kata Yunani kuno didaskoo yang berarti saya mengajar.
Dengan didaktik kita maksud adalah ilmu mengajar yang memberikan prisnsip-prinsip tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran sehingga dikuasai dan dimiliki oleh anak-anak. Prinsip didaktik yang sering dikemukakan adalah motivasi, aktivitas, peragaan, individualitas, apersepsi, lingkungan, korelasi, dan konsentrasi, atau integrasi,
Prinsip-prinsip atau asas-asas itu tidak berdiri sendiri, melainkan bertalian erat satu sama lain. Misalnya motivasi (minat) timbul bila anak aktif. Atau bila kita gunakan alat-alat peraga, atau kita bawa berkaryawisata keluar sekolah (lingkungan). Karena biasanya asas-asas itu timbul serempak. Menguasai asas-asas didaktik belum merupakan suatu jaminan bahwa seseorang dengan sendirinya akan menjadi guru yang baik. Mengajar itu sangat kompleks dan dipengaruhi oleh macam-macam faktor. Antara lain pribadi guru sendiri, suasana kelas, hubungan antar manusia di sekolah, keadaan soial ekonomi Negara, organisasi, kurikulum dan lain sebagainya. Akan tetapi seorang pasti tidak akan menjadi guru yang baik kalau ia mengabaikan asas-asas didaktik. Itu sebabnya didaktik perlu dipelajari oleh setiap pengajar.
b. Pembagian didaktik
Didaktik dapat dibagi atas:
1. Didaktik Umum
Didaktik Umum memberikan prinsip-pninsip yang umum yang berhubungan dengan penyajian bahan pelajaran agar anak dapat menguasai sesuatu bahan pelajaran. Prinsip-prinsip ini berlaku bagi semua mata pelajaran. Sebagai contoh misalnya tentang masalah minat, peragaan, motivasi dan sebagainya, yang kesemuanya itu menyangkut semua mata pelajaran.
2. Didaktik Khusus
Didaktik Khusus membicarakan tentang cara mengajarkan mata pelajaran tertentu dimana prinsip didaktik umum digunakan. Seperti kita ketahui setiap mata pelajaran mempunyai ciri khas yang berbeda satu dengan yang lainnya. Didaktik khusus ini disebut juga metodik yang berasal dan kata metodos (bahasa Yunani), yang berarti mengajar, menyelidiki, cara melakukan sesuatu, dan prosedur.
Disamping itu metodik masih dibedakan lagi atas:
1. Metodik Umum
Yaitu pengetahuan yang membahas cara-cara mengajarkan sesuatu jenis mata pelajaran tertentu secara umum. Artinya hanya secara garis besar jalan pelajaran beserta kesulitan-kesulitan pada suatu mata pelajaran tertentu.
2. Metodik Khusus
Metodik Khusus adalah pengetahuan yang membentangkan cara-cara mengajarkan sesuatu jenis pelajaran tertentu secara mendetail artinya diuraikan sampai kepada bagian-bagian yang sekecil-kecilnya. Jadi kalau metodik umum itu bersifat horizontal maka metodik khusus itu bersifat vertikal.
c. Didaktik dan ilmu lain.
Didaktik memperoleh bantuan dari ilmu-ilmu lain dan bertalian erat dengan sejumlah ilmu lainnya. Didaktik adalah sebagian dari pedagogie atau ilmu mendidik. Didaktik digunakan dalam pendidikan formal yang dilakukan di sekolah.
Didaktik sangat dipengaruhi oleh psikologi. Psikologi memberikan petunjuk-petunjuk tentang perkembangan sifat-sifat anak. Mengajar itu akan efektif jika kita mengenal anak. Elain dari itu, psikologi memberi penjelasan tentang proses belajar.
Juga filsafat mempengaruhi didaktik. Filsafat menentukan tujuan pendidikan dan dengan demikian bahan yang harus diajarkan. Filsafat menentukan pandangan kita terhadap anak sebagai manusia dan hubungan antara guru dan anak. Kita mendidik anak dalam masyarakat tertentu. Dengan demikian didaktik juga memerlukan bahan dari sosiologi dan antropologi.
Itu sebab pendidikan guru harus mempunyai dasar yang luas antara lain meliputi bidang-bidang ilmu seperti yang diebutkan diatas. Selain itu ia harus pula menguasai bahan yang akan diajarkannya. Guru sejarah harus menguasai bahan sejarah, guru geografi harus menguasai bahan pelajaran geografi.
d. Azas-Azas Didaktik
Agar dapat mengajar dengan baik dan berhasil serta dapat dipertanggung jawabkan secara didaktik dan metodik, maka seorang guru harus mengetahui dan memahami serta dapat menerapkan prinsip-prinsip tertentu dalam hal mengajar. Adapun prinsip-prinsip mengajar itu ada 10 macam yaitu:
1. Azas perhatian (Azas membangkitkan perhatian murid-murid).
Banyak sekali murid-murid ditengah-tengah kegiatan belajar-mengajar pikirannya tidak tertuju pada pelajaran, kadang mereka berkhayal sendiri, memikirkan permasalahan tertentu dan lain sebagainya, bahkan kalau kita melihat pondok-pesantren, malah ada sebagian santri yang tidur. Nah ini tentu menjadi problem pengajaran yang harus diatasi agar penyerapan ilmu oleh para siswa menjadi lebih maksimal. Sang guru selain harus fokus terhadap mata pelajaran, harus juga memperhatikan suasana kelas, terutama para murid, yaitu dengan memastikan para murid ikut mengalir terhadap objek yang diajarkan. Jangan sampai membiarkan para murid yang berenang di alam lain. Ini dapat dilakukan dengan memberikan strategi-strategi khusus dalam memberikan penjelasan, yaitu dengan bersuara lantang (tidak lembek), menyisipkan humor atau cerita-cerita sekilas, dan lain sebagainya agar mampu merangsang siswa untuk terus berkonsentrasi kepada mata pelajaran yang diajarkan.
2. Azas aktivitas (Azas mengaktifkan jasmani dan rohani murid).
Ini bisa dilakukan dengan menyuruh siswa untuk menggerak-gerakkan badan ketika suasana terasa fakum, mungkin karena suasana dingin, lalu banyak siswa yang ngantuk. Mata pelajaran pada jam terakhir ketika kondisi fisik siswa mulai melemah, dan lain sebagianya, atau pada kondisi normal kita bisa menyuruh dua orang siswa untuk maju kedepan untuk bercakap-cakap dengan bahasa Arab dengan tema pembicaraan yang sesuai dengan mata pelajaran. Atau dengan menyuruh menghafalkan kaedah bahasa satu-persatu. Demikian secara bergantian agar jasmani para siswa menjadi aktif.
3. Azas apersepsi (Azas menghubungkan dengan apa yang telah dikenal anak).
Misalnya kita sedang mengajarkan tentang “ta’rib” (kata serapan dalam bahasa Arab) agar lebih meyakinkan kepahaman murid dan memudahkannya, kita bisa mencontohkan kata kursi yang diambil dari bahasa Arab “Kursiyyun” sehingga dengan itu murid menjadi lebih paham dan lebih mudah memahami tentang kata serapan.
4. Azas peragaan (Azas meragakan pengajaran).
Ketika sang guru misalnya ingin memberitahukan kosa kata baru dalam bahasa arab yang belum diketahui oleh murid, guru bisa memberitahukannya dengan cara memeragakan makna dari kata itu, misalnya kata “takhayyala-yatakhayyalu” (berkhayal) guru bisa berekspresi seperti orang merenung agar siswa mau berpikir dan menebak apa sesungguhnya makna dari kata itu.
5. Azas ulangan (Azas mengadakan ulangan-ulangan yang teratur).
Setelah selesai mengajarkan satu bab misalnya dalam pelajaran Qowaid, guru bisa mengadakan ulangan kecil untuk mengingatkan kembali point-point yang diajarkan pada bab itu. Demikian seterusnya pada masing-masing bab, agar ingatan siswa tidak hilang begitu saja.
6. Azas korelasi (Azas mengadakan hubungan dengan pelajaran lainnya).
Misalnya ketika guru mengajarkan pelajaran mutholaah, ada satu kalimat yang mempunyai uslub tertentu, misalnya majaz. Tentu seorang guru bisa mengkaitkannya dengan mata pelajaran balaghoh, untuk sebatas menyegarkan kembali ingatan siswa, atau agar para murid sadar bahwa semua mata pelajaran bahasa Arab sangat berkaitan untuk dapat menguasi bahasa Arab.
7. Azas konsentrasi (Azas pemusatan pada pokok masalah).
Seorang guru ketika mengajarkan suatu mata pelajaran harus konsentrasi penuh terhadap hal itu, jangan sampai ada point-point yang salah atau terlewatkan, ini sangat penting agar proses belajar-mengajar menjadi baik. Guru yang memberikan penjelasan dengan baik, maksimal, tidak ada yang salah akan memberikan hasil yang baik pula pada pihak siswa, dari pada guru yang asal-asalan, tidak jelas, dan lainnnya. Tentu pihak siswapun akan belum puas, penasaran, dan bahkan kebingungan. Jadi para guru dituntut untuk konentrai penuh dan berusaha semaksimal mungkin.
8. Azas individualisasi (Azas penyesuaian pada sifat dan bakat masing masing anak).
Jika sang guru menemukan siswa yang malas berarti dia harus mencari strategi khusus dengan mencari cara yang sesuai dengan karakter murid tersebut, mungkin sang murid harus banyak diberi humor-humor atau banyak diberi ancaman-ancaman hukuman, untuk meminimalisir kemalasannya,
9. Azas Sosialisasi (Azas menciptakan/ menyesuaikan pada lingkungan).
Guru tidak hanya bertugas untuk menyampaikan teori ilmu-ilmu saja kepada para murid, namun juga harus memberi pesan-pesan yang baik untuk hidup mereka di dalam masyarakat. Misalnya jika sang guru mengajarkan mutholaah yang banyak memuat cerita-cerita hikmah, maka pada sesi terakhir guru harus menyampaikan amanat yang patut dicontoh yang terkandung dalam bacaan itu sebagai didikan kepada mereka dalam lingkup masyarakatnya.
10. Azas Evaluasi (Azas mengadakan penilaian yang tepat dan teliti).
Kewajiban para guru adalah memberikan penilaian terhadap para siswa. Disini para guru dituntut untuk memberikan nilai seobjektif mungkin. Guru yang baik adalah guru yang tidak nepotisme atau mendiskriminasi dalam memberiakn nilai. Entah itu murid yang paling Ia sayangi, anak dari saudara, ataupun kedekatan lainnya tidak boleh dibedakan penilainnya dari murid yang lain, semua harus dinilai dengan objektif, hati-hati, teliti, berdasarkan kemampuan dan hasil yang telah dicapai oleh para murid.
Ahfa R Syach
2005
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. Didaktik dan Asas Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Dequelque, A. Gazali. Didaktik Umum, Bandung: PT Pustaka Rakyat, 1971.
Tarigan, Djagu. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Bandung: PT Angkasa, 1986.