Bagimana rasanya jika memiliki masalah serius yang tidak bisa diungkapkan, tidak bisa dimengerti dan diketahui khalayak manusia, masalah yang terkesan tidak ada dan tidak terjangkau oleh nalar dan wawasan manusia. Terkesan normal dan tidak terjadi apa-apa, namun sebenarnya cacat, cacat yang sungguh luar biasa. Jika manusia lain cacat fisik, dia hanya kehilangan salah satu organ yang akan menghambat mobilisasi dan eksistensinya, tapi aku cacat ruh, dan semua pergerakan dan dinamika manusia tersumber padanya, mungkin aku lebih dinamis dari cacat fisik tapi aku berdiri normal dengan tekanan berat, sakit, dan kekacauan luar biasa dalam jiwa. Lebih baik juga cacat mental, karena dia tidak merasakan apa yang terjadi pada masalah hidupnya. Tidak mungkin orang gila merasa tertekan, sakit dan depresi tentang kondisi jiwanya, yang paling mengerikan dan menyakitkan di dunia ini adalah manusia sadar yang rusak dan carut marut kejiwaannya.
Jika orang cacat dengan secara langsung akan mendatangkan empati dari khalayak manusia, manusia yang cacat jiwanya tidak akan mendapatkan itu, dia dianggap normal tetapi dianggap gagal karena pencapaian hidupnya tentu bermasalah oleh problem jiwanya, tapi masyarakat tidak mau tahu, mereka akan meberikan lebel gagal atas kenormalannya padahal sebenarnya mereka dungu dan egois, “jika kita menilai manusia maka sebenarnya kita melakukan sebuah subjektifitas”.
Maka, sungguh tertekan manusia normal bermasalah jiwa, dimana masyarakat berekspektasi seperti layaknya manusia normal, tapi sebenarnya tidak mampu melakukan itu, dia bisa survive tapi dengan upaya dan effort yang luar biasa dan menyiksa, untuk mencapai satu titik yang sama, manusia normal hanya butuh berlari 20 meter tapi manusia yang bermaslah jiwanya harus berlari 50 meter.
Aku ingat film before sunset dimana ada dialog yang begitu bijak, ketika film baru dimuali dan tokoh bernama jessie memaparkan tentang novelnya di sebuah toko buku dia mengatakan. “jika kita melihat manusia maka kita melihatnya melalui lubang kunci pintu, dari sudut yang begitu kecil” dan kita tidak bisa mengetahui dan memahami seluruh kehidupannya, pandangan kita terbatas dan subjektif.
Ahfa Rahman
06-06-2012
Jika orang cacat dengan secara langsung akan mendatangkan empati dari khalayak manusia, manusia yang cacat jiwanya tidak akan mendapatkan itu, dia dianggap normal tetapi dianggap gagal karena pencapaian hidupnya tentu bermasalah oleh problem jiwanya, tapi masyarakat tidak mau tahu, mereka akan meberikan lebel gagal atas kenormalannya padahal sebenarnya mereka dungu dan egois, “jika kita menilai manusia maka sebenarnya kita melakukan sebuah subjektifitas”.
Maka, sungguh tertekan manusia normal bermasalah jiwa, dimana masyarakat berekspektasi seperti layaknya manusia normal, tapi sebenarnya tidak mampu melakukan itu, dia bisa survive tapi dengan upaya dan effort yang luar biasa dan menyiksa, untuk mencapai satu titik yang sama, manusia normal hanya butuh berlari 20 meter tapi manusia yang bermaslah jiwanya harus berlari 50 meter.
Aku ingat film before sunset dimana ada dialog yang begitu bijak, ketika film baru dimuali dan tokoh bernama jessie memaparkan tentang novelnya di sebuah toko buku dia mengatakan. “jika kita melihat manusia maka kita melihatnya melalui lubang kunci pintu, dari sudut yang begitu kecil” dan kita tidak bisa mengetahui dan memahami seluruh kehidupannya, pandangan kita terbatas dan subjektif.
Ahfa Rahman
06-06-2012