Rumah Karya

  • Beranda
  • Puisi
  • Prosa
    • Tentang Uswah
    • Tentang Aku dan Jean
    • Tentang Perempuan
    • Prosa Teologis
    • Prosa Erotis
    • Untuk Cinta
    • Refleksi
  • Renungan
  • Esai
  • Resensi Film
  • Fotografi
  • Desain Grafis
  • Penulis
    • Galeri

Aku Ingin Ruang Hampa

4/26/2014

0 Comments

 
Aku jenuh diatas pijakan ini, pijakan yang telah lama kuberjalan diatasnya, berdiri diantara makhluk-makhluk bernalar terbatas. Pijakan yang penuh dengan drama dan fatamorgana, pijakan yang penuh intrik dan fitnah, pijakan yang penuh penilaian dangkal dan tidak adil. Pijakan yang serba semu, penuh sudut pandang beraneka dengan menafikan kebijaksanaan.

Ketika idealisme sudah tidak penting dan dilihat, ketika nilai-nilai kebenaran dan kearifan dinafikan, ketika makhluk-makhluk itu berduyun merengkuh kenyamanan dan kebertahanan hidupnya, berkompetisi meraih kesenangannya dan kerakusannya. Melihat, menalar dan menilai melalui sudut pandang kebodohannya.

Aku tersisih ketika aku bersama idealisku, ketika keadaanku memicu ketidak mampuanku bergerilya seperti mereka, seperti bagaimana mereka hidup dan meneruskan hidup.

Aku ditimpa ketidak adilan, aku seharusnya mendapatkan bagian atas prestasiku, atas jerih payah hidupku ditengah-tengah keterbatasan. Bukan mereka atas bagiannya setelah tiada usaha yang berarti dalam hidup. Aku lebih berhak atas bagian-bagian itu, dan bukan mereka.

Keadaaanku membuatku terisolasi, bekerja keras dan memaksakan diri dalam lorong kegelapan. Tidak melakukan sesuatu yang ber”nilai” menurut konsensus masyarakat dungu. Tapi effortku jauh lebih berlipat daripada usaha para manusia diluar sana melalui usaha ber”nilai”nya. Aku telah berusaha akut atas kemampuan dan peluangku.

Tapi tidak ada yang menghargaiku, jika semua ini aku publish dalam ruang konsensus, tiada yang mengapresiasi. Mereka terlena dalam konsensus yang tercipta melalui nalar terbatas dan ketidak bijaksanaan. Nalar yang tidak matang menghayati kehidupan.

Tidak adil bagiku..., ketika mata-mata, para benak, dan para pikiran menjunjung dan memenangkan mereka. Mereka menang hanya karena mereka punya hal itu, bukan dari tidak memiliki lalu bisa memiliki, bukan proses dan upaya yang menjadi tolak ukur.

Aku hanya ingin hidup di ruang hampa, tanpa ada mata-mata, benak dan penilai-penilai mengerubungiku. Karena kputusannya pastilah terbatas dan tidak bijaksana. Aku ingin hidup tanpa makhluk-makhluk terbatas, tanpa produksi-produksi penilaian tidak bijak, tanpa konferensi keputusan benak yang tidak adil.

Aku ingin hidup diruang hampa, tanpa ada penilaian subjektif yang menyiksa, tanpa produk-produk kesimpulan berbasis data non objektif dan tidak menyeluruh. Biarkan aku hidup disana dengan usaha serta prestasiku, biarkan hanya kaca mata tuhan yang menilai.   

Ahfa Rahman
26-12-2012


   

0 Comments



Leave a Reply.

    Author

    Ahfa Rahman

    Archives

    June 2014
    April 2014

    Refleksi

    All
    > Ada Yang Tidak..
    > Aku Adalah Jalan
    > Aku Bersama..
    > Aku Dalam Ibarat
    > Aku Ingin Ruang Hampa
    > Aku Pasrah Kepadamu
    > Ambivalensi
    > Dilema
    > Dimana Titik Kebenaran..
    > Dunia
    > Hanya Tinggal Separuh
    > Harapan
    > Impian Untuk Tidur
    > Kebimbangan
    > Lapar
    > Masalah Yang Menyeret..
    > Mereka Cepat..
    > Obat Penenang
    > Pelacurpun...
    > Rumahku Nerakaku
    > Sendiri
    > Seperti Tinja
    > Statemen Pemberontakan
    > Tentang Sebuah Akad..
    > Tentang Seorang..
    > Tersesat
    > The Dreamland
    > They Are Too Strong

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.