Ketika idealisme sudah tidak penting dan dilihat, ketika nilai-nilai kebenaran dan kearifan dinafikan, ketika makhluk-makhluk itu berduyun merengkuh kenyamanan dan kebertahanan hidupnya, berkompetisi meraih kesenangannya dan kerakusannya. Melihat, menalar dan menilai melalui sudut pandang kebodohannya.
Aku tersisih ketika aku bersama idealisku, ketika keadaanku memicu ketidak mampuanku bergerilya seperti mereka, seperti bagaimana mereka hidup dan meneruskan hidup.
Aku ditimpa ketidak adilan, aku seharusnya mendapatkan bagian atas prestasiku, atas jerih payah hidupku ditengah-tengah keterbatasan. Bukan mereka atas bagiannya setelah tiada usaha yang berarti dalam hidup. Aku lebih berhak atas bagian-bagian itu, dan bukan mereka.
Keadaaanku membuatku terisolasi, bekerja keras dan memaksakan diri dalam lorong kegelapan. Tidak melakukan sesuatu yang ber”nilai” menurut konsensus masyarakat dungu. Tapi effortku jauh lebih berlipat daripada usaha para manusia diluar sana melalui usaha ber”nilai”nya. Aku telah berusaha akut atas kemampuan dan peluangku.
Tapi tidak ada yang menghargaiku, jika semua ini aku publish dalam ruang konsensus, tiada yang mengapresiasi. Mereka terlena dalam konsensus yang tercipta melalui nalar terbatas dan ketidak bijaksanaan. Nalar yang tidak matang menghayati kehidupan.
Tidak adil bagiku..., ketika mata-mata, para benak, dan para pikiran menjunjung dan memenangkan mereka. Mereka menang hanya karena mereka punya hal itu, bukan dari tidak memiliki lalu bisa memiliki, bukan proses dan upaya yang menjadi tolak ukur.
Aku hanya ingin hidup di ruang hampa, tanpa ada mata-mata, benak dan penilai-penilai mengerubungiku. Karena kputusannya pastilah terbatas dan tidak bijaksana. Aku ingin hidup tanpa makhluk-makhluk terbatas, tanpa produksi-produksi penilaian tidak bijak, tanpa konferensi keputusan benak yang tidak adil.
Aku ingin hidup diruang hampa, tanpa ada penilaian subjektif yang menyiksa, tanpa produk-produk kesimpulan berbasis data non objektif dan tidak menyeluruh. Biarkan aku hidup disana dengan usaha serta prestasiku, biarkan hanya kaca mata tuhan yang menilai.
Ahfa Rahman
26-12-2012