Sinar terang itu mungkin kau percikkan dari auramu, karena mungkin engkau bangga dengan kehambaannya. Dia adalah perempuan yang pernah membuatku luluh lantak secara fisik dan psikis, dulu ia adalah pemandangan yang indah tapi membuat hatiku amat sengsara.
Hari ini aku melihat sinar terang itu lagi..., sebuah kesempatan yang sebenarnya tidak aku inginkan, karena aku berusaha memadamkan api cinta ini. Tidak berbeda dengan dulu, dia masih konsisten dengan perangainya yang santun, menghargai dan menurutku amat menjaga perasaaan hati. Dia memang betul-betul spesial setelah sekian lama aku menilai, dia inklusif tetapi aku rasa dia punya kecerdasan spiritual yang mengagumkan.
Mungkin dimata hatinya aku negatif atau rendah, atau apalah aku tidak tahu, yang pasti aku hanya ingin mencairkan suasana, dan juga suasana hatiku... , karena satu kata hatiku untuk Diah...., “Aku Selalu Kalah”. Mungkin memang pantas aku kalah, dia jauh lebih superior dalam banyak hal, tuhan saja lebih menyukai dan menyayanginya daripadaku. Karena aku pikir nilai religiusitas dan kemuslimahan sejati ada pada dirinya.
Indah sekali dia hari ini....., Perangai dan tindak-tanduknya menambah indahnya fisik itu, aku takut hari ini menyisakan kekacauan dalam pikiranku, dan lebih, aku takut cintaku yang mungkin mulai pudar akan tumbuh kembali, dan itu berat bagiku. Ada satu kesimpulan dari semua pemandangan ini. Hatinya sedalam samudera, dia sebuah sosok yang amat sulit ditebak jalan pikiran dan hatinya.
Aku tiba-tiba harus introspeksi tentang apa yang pernah hatiku lakukan tentangnya. Mungkin cinta dan sukaku dulu seharusnya tidak terjadi, karena hari ini aku mungkin menyadari sesuatu yang membuatku agak malu. Ah ... susah menjelaskan. Tapi intinya kami berbeda....., bukan berbeda secara ras dan status sosial. Dua hal itu juga mungkin berbeda, tetapi tidak masalah dalam teori cinta manapun jika terdapat perbedaan itu dalam masalah cinta. Tapi standar kepantasan dimata tuhanlah yang membuat kami berbeda, dan itu aku pikir fatal dan final. Hal ini membuatku sadar bahwa tuhan lebih berkenan kepada seseorang yang lain. Yang tentu lebih tinggi daripadaku dari perspektif penilaian tuhan. Tapi entahlah siapa seseorang itu.....
Itulah yang membuatku malu... kenapa dulu aku sempat memiliki rasa suka kepada makhluk se-istimewa itu, mungkin malaikat dan para nabi dilangit sana tertawa terbahak-bahak melihat tingkah lakuku yang konyol. Tapi hal itu dulu adalah rasa hati dan naluri yang datang tiba-tiba... aku tidak bisa menghalangi, seandainya aku punya pilihan, mungkin aku akan beranjak untuk kata “tidak”.
Lindungilah dia tuhan... dengan segala kekuasaanmu, aku sudah cukup bahagia dengan sebatas mengenalnya, paling tidak dia bisa menjadi contoh untukku, sebuah contoh untuk memahami dan mengerti tentang hidup yang sejati. Mungkin dia adalah satu-satunya perempuan yang aku cintai yang tidak pernah menyakitiku. Aku tahu, dia berusaha untuk menghargai dan menjaga perasaanku. Walaupun hatiku kadang masih terasa nyeri, tapi aku kira itu urusanku dan bukan urusannya. Tuhan....Balaslah budi baik perempuan ini dengan sejuta berkah dari langit sana.
Aku akan mencoba bersyukur saja atas segala nikmat yang telah engkau berikan, aku akan mencoba berupaya untuk meraih masa depanku. Apapun yang terjadi pada masa depan kami, semoga itulah yang paling baik. Walaupun kelak kami akan jauh secara jarak, batin, dan status sosial. berkenanlah untuk tetap menjaga kerukunan kami, silaturahmi kami, serta rasa hormat dan saling menghargai diantara kami. Allahumma amin....
Azhardini..., itulah sosok yang aku maksud dalam surat ini, seandainya engkau sempat membaca......, aku ingin minta maaf atas semua perangai dan segala tutur yang kurang berkenan. Walaupun kita tidak terlalu akrab, tetapi hatiku selalau akrab membicarakanmu, sebagai sosok yang indah dan inspiratif, semoga persahabatan ini selalu kekal abadi walau kita selalu jauh..
Ahfa Rahman
29-05-2009
Hari ini aku melihat sinar terang itu lagi..., sebuah kesempatan yang sebenarnya tidak aku inginkan, karena aku berusaha memadamkan api cinta ini. Tidak berbeda dengan dulu, dia masih konsisten dengan perangainya yang santun, menghargai dan menurutku amat menjaga perasaaan hati. Dia memang betul-betul spesial setelah sekian lama aku menilai, dia inklusif tetapi aku rasa dia punya kecerdasan spiritual yang mengagumkan.
Mungkin dimata hatinya aku negatif atau rendah, atau apalah aku tidak tahu, yang pasti aku hanya ingin mencairkan suasana, dan juga suasana hatiku... , karena satu kata hatiku untuk Diah...., “Aku Selalu Kalah”. Mungkin memang pantas aku kalah, dia jauh lebih superior dalam banyak hal, tuhan saja lebih menyukai dan menyayanginya daripadaku. Karena aku pikir nilai religiusitas dan kemuslimahan sejati ada pada dirinya.
Indah sekali dia hari ini....., Perangai dan tindak-tanduknya menambah indahnya fisik itu, aku takut hari ini menyisakan kekacauan dalam pikiranku, dan lebih, aku takut cintaku yang mungkin mulai pudar akan tumbuh kembali, dan itu berat bagiku. Ada satu kesimpulan dari semua pemandangan ini. Hatinya sedalam samudera, dia sebuah sosok yang amat sulit ditebak jalan pikiran dan hatinya.
Aku tiba-tiba harus introspeksi tentang apa yang pernah hatiku lakukan tentangnya. Mungkin cinta dan sukaku dulu seharusnya tidak terjadi, karena hari ini aku mungkin menyadari sesuatu yang membuatku agak malu. Ah ... susah menjelaskan. Tapi intinya kami berbeda....., bukan berbeda secara ras dan status sosial. Dua hal itu juga mungkin berbeda, tetapi tidak masalah dalam teori cinta manapun jika terdapat perbedaan itu dalam masalah cinta. Tapi standar kepantasan dimata tuhanlah yang membuat kami berbeda, dan itu aku pikir fatal dan final. Hal ini membuatku sadar bahwa tuhan lebih berkenan kepada seseorang yang lain. Yang tentu lebih tinggi daripadaku dari perspektif penilaian tuhan. Tapi entahlah siapa seseorang itu.....
Itulah yang membuatku malu... kenapa dulu aku sempat memiliki rasa suka kepada makhluk se-istimewa itu, mungkin malaikat dan para nabi dilangit sana tertawa terbahak-bahak melihat tingkah lakuku yang konyol. Tapi hal itu dulu adalah rasa hati dan naluri yang datang tiba-tiba... aku tidak bisa menghalangi, seandainya aku punya pilihan, mungkin aku akan beranjak untuk kata “tidak”.
Lindungilah dia tuhan... dengan segala kekuasaanmu, aku sudah cukup bahagia dengan sebatas mengenalnya, paling tidak dia bisa menjadi contoh untukku, sebuah contoh untuk memahami dan mengerti tentang hidup yang sejati. Mungkin dia adalah satu-satunya perempuan yang aku cintai yang tidak pernah menyakitiku. Aku tahu, dia berusaha untuk menghargai dan menjaga perasaanku. Walaupun hatiku kadang masih terasa nyeri, tapi aku kira itu urusanku dan bukan urusannya. Tuhan....Balaslah budi baik perempuan ini dengan sejuta berkah dari langit sana.
Aku akan mencoba bersyukur saja atas segala nikmat yang telah engkau berikan, aku akan mencoba berupaya untuk meraih masa depanku. Apapun yang terjadi pada masa depan kami, semoga itulah yang paling baik. Walaupun kelak kami akan jauh secara jarak, batin, dan status sosial. berkenanlah untuk tetap menjaga kerukunan kami, silaturahmi kami, serta rasa hormat dan saling menghargai diantara kami. Allahumma amin....
Azhardini..., itulah sosok yang aku maksud dalam surat ini, seandainya engkau sempat membaca......, aku ingin minta maaf atas semua perangai dan segala tutur yang kurang berkenan. Walaupun kita tidak terlalu akrab, tetapi hatiku selalau akrab membicarakanmu, sebagai sosok yang indah dan inspiratif, semoga persahabatan ini selalu kekal abadi walau kita selalu jauh..
Ahfa Rahman
29-05-2009