Assalamualaikum....
Semoga kamu selalu sehat, amin....
Anggap saja ini ujung dari proses pendekatanku kepada Fitri akhir akhir kemarin,- sama halnya seperti yang laki-laki lain lakukan sebelumku. Pertama yang paling pantas aku katakan adalah aku minta maaf, jika selama kita kenal dan berinteraksi ada hal-hal yang kurang pantas, serta apa2 yang tidak berkenan di hatimu. Terima kasih sudah mempersilahkanku untuk mengenalmu dan menerima semacam “proposal cinta” untuk kau pelajari dan selanjutnya kau pertimbangkan. Bukankah itu kewajiban laki-laki “berusaha mencari pendamping hatinya” dan kebiasaan perempuan adalah “menyeleksi dan memilah-milah laki-laki yang menghampiri sesuai kata hatinya”.
Terima kasih Fitri, kemarin2 menyenangkan bisa dekat dengan kamu, kehidupanku sedikit terisi yang sebelumnya hanyalah kamar kosong ta’ bertuan. Jarang aku berani berinteraksi dengan perempuan seperti kemarin, entah apa kali ini yang membuatku berani menyapa dan mendekati Fitri.
Sudah lama ko’ Fit...., aku memperhatikan dan menyukaimu, walau kita belum saling mengenal dan jarang bersua. Aku hanya memperhatikanmu dari workshop ke workshop, memandangmu dari kejauhan yang pasti tak kau sadari. Cuma pengakuan atas keterbatasankulah yang menjadi alasan aku memilih diam ketika itu, tetapi kita diberikan kesempatan bersua ketika training APPL untuk persiapan pengawasan pilkada. Seandainya tidak ada pertemuan itu, mungkin aku tidak akan memproses dan menyatakan cinta.
Aku menyukaimu insya-Allah bisa dideskripsikan. Aku tertarik dengan inner beautymu, nampak jelas diwajahmu melalui kacamataku. Menurutku, kepribadian perempuan bisa dikenali melalui bentuk luarnya, dan ternyata itu benar dan terbukti ketika aku sudah mengenalmu. Bagiku yang terpenting dari perempuan adalah perangai dan budi pekerti, yang lain tidak akan menjadi masalah. Selain itu aku merasa teduh dan menikmati sekali keanggunan Fitri.
Aku menyukai Fitri...., itu inti dari surat ini. Kamu tentu sudah mengenali gejala ini ketika kita bersama kemarin2. Dan akupun sudah sedikit demi sedikit menyinggung walau belum menjadikan bahasan utama. Dalam konteks lain pun, aku menyukaimu ditengah sikapku yang lain dan tidak mencerminkan itu. Paling tidak aku lega bisa mengajukan proposal yang berisi latar belakangku, sambutanku, tujuanku, pembatasan masalahku, dan Bab 4 yang berisi kualitas dan kekuranganku, serta prospek yang aku tawarkan kepadamu. Proposal itu tentu bertemakan cinta. Dan sekarang waktunya aku menerima keputusan dari sang pengesah.
Maaf aku lancang, mungkin sudah ada laki-laki yang berhak atasmu. Aku kadang berpikir, apakah aku hanya pihak ketiga yang merusak harmonisasi hubungan orang lain. Aku minta maaf sekali jika memang kenyataannya begitu. Tapi aku rasa, tidak salah mencoba untuk mendapatkan hatimu, asal aku lapang dada atas semua keputusan yang akan terjadi.
Aku juga minta maaf, atas dialog makan siang pada pertemuan terakhir di Jatiwangi. Mungkin aku egois. Sebenarnya..., aku hanya cemburu ketika kamu selalu sibuk dengan Hpmu, padahal sering pesan SMSku kau abaikan. Walaupun memang pada dasarnya aku tidak punya hak untuk memiliki perhatianmu.
Aku sebenarnya juga resah, beberapa kali aku mengirim pesan SMS pasca survei Bekasi namun kamu abaikan. Menurutku apa yang kamu lakukan agak salah, walaupun mungkin menurutmu tidak. Waktu itu sebenarnya aku hanya ingin mengakhiri semuanya. Aku ingin menemuimu untuk berbicara langsung dan menyatakan cinta. Setelah itu aku akan pergi dan tidak akan mengganggumu lagi jika harapanku tidak sesuai dengan kenyataan. Aku bukan tipikal laki-laki yang terlalu memaksakan kehendak. Aku akan beranjak pergi jika kamu memang tidak berkenan atau risih. Tapi tentunya setelah aku mendapatkan jawaban dan kepastian.
Tapi sudahlah.. itu sudah berlalu, aku tahu kamu punya pendapat dan pertimbangan tersendiri yang tentu tidak aku pahami. Tapi aku berpikir... terasa mubadzir jika prosesku mendekatimu kemarin tidak diselesaikan sampai tahap akhir. Maaf kali ini aku menyatakan cinta lewat tulisan. Karena aku ragu kau mau aku temui lagi..., tapi walaupun begini, bukan berarti perasaan sukaku asal-asalan.
Terima kasih perhatiannya...., dan terima kasih pula untuk kehangatan dan kehadiranmu kemarin2 di sampingku. Cukup bersyukur bisa mengenalmu. Semoga hari2mu semakin berarti dan menyenangkan. Kalau berkenan... berilah respon untuk surat ini, apapun kenyatannya..., tak akan jadi masalah...
Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thoriq.....
Wassalamualakum......
Ahfa Rahman
17-05-2011
Semoga kamu selalu sehat, amin....
Anggap saja ini ujung dari proses pendekatanku kepada Fitri akhir akhir kemarin,- sama halnya seperti yang laki-laki lain lakukan sebelumku. Pertama yang paling pantas aku katakan adalah aku minta maaf, jika selama kita kenal dan berinteraksi ada hal-hal yang kurang pantas, serta apa2 yang tidak berkenan di hatimu. Terima kasih sudah mempersilahkanku untuk mengenalmu dan menerima semacam “proposal cinta” untuk kau pelajari dan selanjutnya kau pertimbangkan. Bukankah itu kewajiban laki-laki “berusaha mencari pendamping hatinya” dan kebiasaan perempuan adalah “menyeleksi dan memilah-milah laki-laki yang menghampiri sesuai kata hatinya”.
Terima kasih Fitri, kemarin2 menyenangkan bisa dekat dengan kamu, kehidupanku sedikit terisi yang sebelumnya hanyalah kamar kosong ta’ bertuan. Jarang aku berani berinteraksi dengan perempuan seperti kemarin, entah apa kali ini yang membuatku berani menyapa dan mendekati Fitri.
Sudah lama ko’ Fit...., aku memperhatikan dan menyukaimu, walau kita belum saling mengenal dan jarang bersua. Aku hanya memperhatikanmu dari workshop ke workshop, memandangmu dari kejauhan yang pasti tak kau sadari. Cuma pengakuan atas keterbatasankulah yang menjadi alasan aku memilih diam ketika itu, tetapi kita diberikan kesempatan bersua ketika training APPL untuk persiapan pengawasan pilkada. Seandainya tidak ada pertemuan itu, mungkin aku tidak akan memproses dan menyatakan cinta.
Aku menyukaimu insya-Allah bisa dideskripsikan. Aku tertarik dengan inner beautymu, nampak jelas diwajahmu melalui kacamataku. Menurutku, kepribadian perempuan bisa dikenali melalui bentuk luarnya, dan ternyata itu benar dan terbukti ketika aku sudah mengenalmu. Bagiku yang terpenting dari perempuan adalah perangai dan budi pekerti, yang lain tidak akan menjadi masalah. Selain itu aku merasa teduh dan menikmati sekali keanggunan Fitri.
Aku menyukai Fitri...., itu inti dari surat ini. Kamu tentu sudah mengenali gejala ini ketika kita bersama kemarin2. Dan akupun sudah sedikit demi sedikit menyinggung walau belum menjadikan bahasan utama. Dalam konteks lain pun, aku menyukaimu ditengah sikapku yang lain dan tidak mencerminkan itu. Paling tidak aku lega bisa mengajukan proposal yang berisi latar belakangku, sambutanku, tujuanku, pembatasan masalahku, dan Bab 4 yang berisi kualitas dan kekuranganku, serta prospek yang aku tawarkan kepadamu. Proposal itu tentu bertemakan cinta. Dan sekarang waktunya aku menerima keputusan dari sang pengesah.
Maaf aku lancang, mungkin sudah ada laki-laki yang berhak atasmu. Aku kadang berpikir, apakah aku hanya pihak ketiga yang merusak harmonisasi hubungan orang lain. Aku minta maaf sekali jika memang kenyataannya begitu. Tapi aku rasa, tidak salah mencoba untuk mendapatkan hatimu, asal aku lapang dada atas semua keputusan yang akan terjadi.
Aku juga minta maaf, atas dialog makan siang pada pertemuan terakhir di Jatiwangi. Mungkin aku egois. Sebenarnya..., aku hanya cemburu ketika kamu selalu sibuk dengan Hpmu, padahal sering pesan SMSku kau abaikan. Walaupun memang pada dasarnya aku tidak punya hak untuk memiliki perhatianmu.
Aku sebenarnya juga resah, beberapa kali aku mengirim pesan SMS pasca survei Bekasi namun kamu abaikan. Menurutku apa yang kamu lakukan agak salah, walaupun mungkin menurutmu tidak. Waktu itu sebenarnya aku hanya ingin mengakhiri semuanya. Aku ingin menemuimu untuk berbicara langsung dan menyatakan cinta. Setelah itu aku akan pergi dan tidak akan mengganggumu lagi jika harapanku tidak sesuai dengan kenyataan. Aku bukan tipikal laki-laki yang terlalu memaksakan kehendak. Aku akan beranjak pergi jika kamu memang tidak berkenan atau risih. Tapi tentunya setelah aku mendapatkan jawaban dan kepastian.
Tapi sudahlah.. itu sudah berlalu, aku tahu kamu punya pendapat dan pertimbangan tersendiri yang tentu tidak aku pahami. Tapi aku berpikir... terasa mubadzir jika prosesku mendekatimu kemarin tidak diselesaikan sampai tahap akhir. Maaf kali ini aku menyatakan cinta lewat tulisan. Karena aku ragu kau mau aku temui lagi..., tapi walaupun begini, bukan berarti perasaan sukaku asal-asalan.
Terima kasih perhatiannya...., dan terima kasih pula untuk kehangatan dan kehadiranmu kemarin2 di sampingku. Cukup bersyukur bisa mengenalmu. Semoga hari2mu semakin berarti dan menyenangkan. Kalau berkenan... berilah respon untuk surat ini, apapun kenyatannya..., tak akan jadi masalah...
Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thoriq.....
Wassalamualakum......
Ahfa Rahman
17-05-2011