Tidak semua hal, peristiwa, atau rasa-rasa hasil olahan indera terwakili oleh makna bahasa, bahasa hanya mewakili hal-hal yang umum, bersifat rasa yang tersepakati dan dirasakan bersama, atau hal yang biasa terjadi dalam diri setiap individu.
Bahasa mahir mewakili nama atau keadaan benda, dan rasa perasaan secara umum tanpa terlalu mendalam dan detail, dia hanya mendeskripsikan suatu rasa indera dari permukaan saja.
Bahasa tidak mampu menjangkau lebih dalam dan tepat nuansa hati ketika lara ataupun suka, lara memiliki stage dan hierarki yang bermacam-macam dan bervariatif, begitu dalam keadaan sukanya, dia memiliki varian dan corak yang teramat banyak.
Fungsi bahasa ternyata berhenti pada suatu keadaan, tidak selalu siap menjadi simbol sesuatu dan keadaan seperti yang kita tahu dan rasakan selama ini. Dia akan berhenti berperan ketika ada hati yang tenggelam dalam maha penderitaannya atau bersuka cita dalam puncak kebahagiaannya.
Banyak para bunga yang berwarna warni hinggap dan berdendang di hadapanku. Menyombongkan warna-warninya dan meniupkan variasi semerbak keharumannya. Menonjolkan tangkainya yang lentik dan indah, mendendangkan daunnya yang lunglai ditiup angin-angin. Ketika sang indera terpengaruh oleh ilustrasi itu dan menikmatinya dari berbagai perspektif. Maka akan terasa suatu perasaan yang tak bisa kita sampaikan kepada yang lain, hanya kita yang akan merasakannya sendiri, tidak ada alat komunikasi yang tepat untuk berbagi...
Semua hanya terpaku dalam keadaannya..., menikmati hasil perasaaan jiwanya sendiri... merasakan dan mencoba mencari kata bahasa yang tepat, walaupun tidak ada. Menikmati karena ia atau mereka indah. Sebuah rasa yang hanya ada dalam relung hati tidak dalam otak atau lidah. Perasaan yang sangat jauh dan lebih dalam daripada rasa Suka dan Indah. Rasa hati yang membuat para perasa sedikit menggigil dan mengancam keadaan sadarnya... , karena para rasa itu... melewati batas makna bahasa..
Ahfa Rahman
22-12-1010
Bahasa mahir mewakili nama atau keadaan benda, dan rasa perasaan secara umum tanpa terlalu mendalam dan detail, dia hanya mendeskripsikan suatu rasa indera dari permukaan saja.
Bahasa tidak mampu menjangkau lebih dalam dan tepat nuansa hati ketika lara ataupun suka, lara memiliki stage dan hierarki yang bermacam-macam dan bervariatif, begitu dalam keadaan sukanya, dia memiliki varian dan corak yang teramat banyak.
Fungsi bahasa ternyata berhenti pada suatu keadaan, tidak selalu siap menjadi simbol sesuatu dan keadaan seperti yang kita tahu dan rasakan selama ini. Dia akan berhenti berperan ketika ada hati yang tenggelam dalam maha penderitaannya atau bersuka cita dalam puncak kebahagiaannya.
Banyak para bunga yang berwarna warni hinggap dan berdendang di hadapanku. Menyombongkan warna-warninya dan meniupkan variasi semerbak keharumannya. Menonjolkan tangkainya yang lentik dan indah, mendendangkan daunnya yang lunglai ditiup angin-angin. Ketika sang indera terpengaruh oleh ilustrasi itu dan menikmatinya dari berbagai perspektif. Maka akan terasa suatu perasaan yang tak bisa kita sampaikan kepada yang lain, hanya kita yang akan merasakannya sendiri, tidak ada alat komunikasi yang tepat untuk berbagi...
Semua hanya terpaku dalam keadaannya..., menikmati hasil perasaaan jiwanya sendiri... merasakan dan mencoba mencari kata bahasa yang tepat, walaupun tidak ada. Menikmati karena ia atau mereka indah. Sebuah rasa yang hanya ada dalam relung hati tidak dalam otak atau lidah. Perasaan yang sangat jauh dan lebih dalam daripada rasa Suka dan Indah. Rasa hati yang membuat para perasa sedikit menggigil dan mengancam keadaan sadarnya... , karena para rasa itu... melewati batas makna bahasa..
Ahfa Rahman
22-12-1010